Langsung ke konten utama

5 Alasan Kenapa Naik Transjakarta Itu Bikin Bahagia

As a good citizen, I always choose to use public transportation for my daily activity. Sebenarnya yang gue lakuin ini antara ingin berkontribusi mengurangi kemacetan di Ibukota atau memang mau ngirit. But whatever is it, gue merasa naik transportasi publik itu banyak banget manfaatnya. Salah satunya bikin bahagia.

Adapun transportasi publik yang gue pilih sehari-harinya adalah busway. Sebelum hijrah menjadi pengguna busway Transjakarta, gue tergabung dalam satu diantara berjuta-juta pengendara motor yang setiap harinya berseliweran di jalanan Jakarta. Bayangkan, gue menghabiskan waktu 3 jam bolak balik dari rumah om gue di Bekasi tempat gue tinggal waktu itu menuju kantor gue di kawasan Gatot Soebroto setiap harinya. Dan rasanya... jangan ditanya. Gue sampe gak nemu kata yang tepat di KBBI untuk mengekspresikannya.

Akhirnya, setelah melewati pergolakan hati yang panjang dan tidak mudah, gue putuskan untuk menjadi pengguna setia busway. Dan belakangan, gue merasakan beberapa manfaat ketika gue naik busway kemana-mana ketimbang menjadi pengendara motor.

Manfaat pertama yang gue rasakan ketika beralih menjadi pengguna transportasi publik terutama busway adalah pastinya lebih irit. Ini udah menjadi poin penting bagi buruh Ibu kota kayak gue hahah. Dengan naik busway kemana-mana, gue gak harus lagi mengeluarkan biaya untuk bensin dan parkir motor di kantor yang mahalnya naudzubillahmindzalik :(

Kedua, gue menjadi lebih sehat. Jarak antara kosan gue ke halte busway terdekat dapat ditempuh 5-7 menit dengan jalan kaki. Sedangkan jarak halte busway tempat gue turun menuju kantor juga ditempuh dengan waktu yang sama, sekitar 5-7 menit. Lumayan bangetkan kalo lagi gak sempet olahraga, gue masih bisa tetap olahraga setiap harinya dengan naik turun tangga busway. Kalo diitung-itung, mungkin selama sebulan gue bisa jalan kaki sampai 10.000 langkah dan gue kayaknya bisa jadi Duta Anlene *iya ini garing...

Ketiga, gue menjadi lebih waras. Iya. waras. Kenapa? E tapi bukan berarti gue selama ini gak waras ya sodara-sodara sekalian. Tapi percayalah, siapa yang gak stres naik motor kejebak macet berjam-jam di jalanan setiap harinya? Siapa yang gak stres kalo disalip tiba-tiba dari kiri oleh pengendara motor yang tidak bertanggungjawab? Siapa yang gak stres ketemu dengan ibu-ibu yang sen kiri tapi belok kanan? Semenjak gue naik busway, memang sih kemacetan satu-satunya poin yang gak bisa gue hindari. Tapi setidaknya gue menjadi pribadi yang lebih waras karena gak lagi mengalami 'hal-hal mengerikan' setiap harinya seperti yang gue sebutin di atas.

Keempat, naik busway membuat gue lebih aware dengan yang ada di sekitar. Kalau bawa motor, kita cuma bisa fokus dengan motor kita saja. Gak bisa ujug-ujug berenti di jalan terus ngajak ngobrol orang. Bisa-bisa elo ditabrak dari belakang. Tapi di busway, gue menemukan beragam tipikal manusia, dan gue suka memperhatikannya. Pernah suatu malam dalam perjalanan pulang ke kosan, gue satu busway dengan seorang keluarga muda yang berasal dari Swedia. Dia punya anak perempuan yang lucu banget yang usianya sekitar setahunan. Gue sempet kenalan dan ngobrol dengan dia dan ibunya, tapi sayangnya gue lupa namanya siapa. Anaknya lucu banget, sumpah ya. Rasanya pengen gue bungkus dan bawa ke kosan. Melihat cara mereka berdiri, berinteraksi, atau bahkan ngobrol dengan strangers, itu pengalaman menarik buat gue. Because i believe every person has an interesting story to hear, and i can learn from it.

Kelima, lebih aman. Apalagi untuk lone ranger kayak gue, bepergian kemana-mana dengan menggunakan busway itu masih relatif aman ketimbang gue mengendarai motor sendiri. Gak cuma aman dari kecelakaan, tapi gak menutup kemungkinan aman dari pencopet juga. Selama gue menjadi pengguna busway, alhamdulillah gue belom pernah mengalami pencopetan. Dan jangan sampai deh..

Jadi intinya, di Jakarta semua apa aja ada, termasuk berbagai pilihan moda transportasi. Dari yang sekali buka pintu Rp10ribu dan berlanjut Rp5.500 per km, sampai yang cuma Rp3.500 keliling kota sampe mabok. What you choose and what you need its all depends on you. Banyak jalan untuk tetap waras tinggal di Jakarta dan mencapai kebahagiaan, salah satu bahagia versi gue ya dengan naik busway kemana-mana. Kalo kamu?

https://commons.wikimedia.org

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenapa Cewek Suka Lama Kalo Dandan?

Kaum pria di luar sana sudah semestinya paham mengapa setiap mau pergi entah itu pacaran atau hang out, wanita suka lama kalo dandan. Ada sekelumit 'ritual' yang harus dilalui oleh kaum wanita demi mendapatkan penampilan yang epik di mata dunia (kamu). Dan percayalah, itu gak mudah :') Kecuali kamu perempuan tomboy yang gak pernah berurusan dengan lipen, baju, gaya hijab, hingga alis, mungkin gak bakal mengalami hal-hal di bawah ini. Spesifically , gue yang wanita yang sangat menjunjung tinggi 5K (Kebersihan, Kerapian, Keindahan, Ketertiban dan Keamanan (?) , gue butuh waktu dua kali lebih lama untuk berdandan dibanding wanita normal pada umumnya. Kenapa? Mari gue jabarkan satu persatu ya saudara-saudara. Mandi Ritual umum yang dilakukan pertama kali adalah mandi seperti biasa. Mong omong, mandi versi gue itu terdiri atas 2 bagian : keramas dan gak. Kalo gue mau ketemuan sama gebetan biasanya gue keramas dulu lengkap dengan kondisyenernya biar ala-ala. Tapi kalo

Hal-Hal yang (Mungkin) Cuma Dialami Oleh Cewek Berwajah Jutek

Dianggap galak, judes, sombong, bahkan bengis... #wesbiyasa Punya muka berparas jutek dari lahir memang serba gak enak. Dibilang sombong, gak ramah, bahkan bengis. Gak jarang, muka yang jutek atau galak juga sering dijadikan sumber permasalahan mengapa gue masih menjomblo sampai sekarang. Padahal mah gak ada hubungannya juga dan emang belom ada aja yang pas di hati gue. Gak nyari juga sih, karena bukan itu prioritas hidup gue saat ini. *Apa salah Hayatiiii... Sempat terbersit pengen nyalahin bokap nyokap gue kenapa 'menciptakan' gue cetakannya begini. Tapi urung gue lakukan takut di cap anak durhaka :|. Mending kalo dikutuk jadi Chelsea Islan atau jadian sama Chris Martin gitu. Tapi kalo dikutuk jadi batu kaya Malin Kundang gimana? Kalau udah begini yaudah la ya, disyukuri saja setiap inchi apa yang sudah diberikan oleh Gusti Allah. Gitu aja kok repot, kata alm Gus Dur.  Selain dianggap galak, bengis dan sombong, berikut hal-hal apalagi yang sering dialami oleh perempuan be

Mou leípeis

..... Matamu apa kabar?  Masih teduh?  Sejujurnya aku rindu tatapan itu.  Tenang, dan dalam. Seperempat abad usiaku, belum pernah aku melihat mata setenang itu.  Punggungmu bagaimana? Masih sehangat dulu?  Aku pernah terlelap di sana.  Nyaman. Jakarta, 20 April 2017