Langsung ke konten utama

Menuju seperempat abad


Terhitung 72 jam dari sekarang, gue bakal memasuki usia 25 tahun. Bagi gue pribadi, memasuki usia seperempat abad ini bukanlah perkara yang mudah. Ndak sampai menguras duit sih, tapi menguras hati lebih tepatnya.

Menguras hati karena gue bakal butuh hati yang lebih lapang lagi untuk menerima kenyataan hidup yang kadang gak semanis permen kiss. Menguras tenaga karena mungkin gue harus bekerja lebih giat lagi ke depannya. Dan menguras pikiran karena menjadi dewasa bukan soal umur, tapi soal pengendalian diri.

Jika ditarik ke belakang, belum lama rasanya gue dibonceng naik sepeda dengan almarhum Papa ke bukit yang berada di belakang rumah lama gue di kota Padang. Setiap Minggu pagi ba'da Subuh, gue duduk di atas stang sepeda yang sudah dimodifikasi sendiri oleh Papa. Sepeda Federal hijaunya, kesayangannya. Usia gue waku itu kalo gak salah baru 5 tahun. Setiap kali ada jalanan menanjak, gue selalu tertawa melihat muka Papa yang ngos-ngosan karena keberatan membonceng gue.

Waktu kecil gue dan kakak gue sering diajak berpetualang sama Papa. Ke pantai, ke gunung, ke laut udah menjadi kegiatan rutin kami bertiga di akhir pekan. Meskipun gue dan kakak gue perempuan, tapi Papa gak sungkan ngajarin gue dan kakak untuk dekat dengan alam. Papa ndak mau anak perempuannya lemah, yang gampang takut dengan sesuatu.

Pernah di suatu Minggu, papa ngajak gue dan kakak gue berenang di laut. Ntah kenapa gak ada sedikitpun terlintas rasa takut dibenak gue ketika diajak berenang di laut bersama Papa. Padahal biasanya untuk anak seusia gue yaitu berusia tujuh tahun, otaknya masih penuh dengan imajinasi tentang digigit ikan paus ketika berenang di lautan. Tapi itu gak berlaku buat gue. Dan ketika berenang, kami berpapasan dengan sebuah kapal. Gue, papa dan kakak pun diajak untuk naik ke kapal itu.

Pernah juga gue diajak  berenang di sungai yang beraliran deras di kota Padang. Nama tempatnya Lubuk Minturun. Aliran sungainya deras banget, ditambah batu-batu besar yang membuat sungai ini kayaknya lebih cocok jadi tempat arung jeram ketimbang berenang. Di Lubuk Minturun ada sebuah air terjun yang tingginya sekitar 10 meter. Papapun memanjat dinding batu lalu melompat dari air terjun. Melihat itu, gue pun pengen. Tapi keburu ketauan sama Mama dan mama melarang gue. Hahaha.

Kakak gue ternyata jauh lebih beruntung. Ketika Mama lengah, dia mengendap-endap menaiki tebing air terjun. Gue sendiri juga gak begitu ngeh ketika dia memanjat batu satu per satu. Ketika dia sudah berada di atas, gue kaget bukan main. Dan-dia-meloncat-dooonngg! Sumpah waktu itu gue iri abissss.

Kembali lagi ke topik  memasuki usia 25 tahun. Di usia ini sudah tidak ada lagi Papa. Sudah tidak ada  lagi tangan hangatnya yang selalu menggendong gue saat gue ketiduran dari ruang tv ke kamar. Sudah tidak ada lagi punggungnya yang gue kadang suka iseng naikin saat berenang.Yang ada gue sendiri di sini berjuang di kota ini.

Mungkin ini tujuan Papa mengajarkan gue dan kakak gue semua hal yang menantang waktu kecil. Supaya gue menjadi lebih kuat, lebih tahan banting, dan berani melawan rasa takut. Termasuk supaya tidak takut dengan usia 25 tahun.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenapa Cewek Suka Lama Kalo Dandan?

Kaum pria di luar sana sudah semestinya paham mengapa setiap mau pergi entah itu pacaran atau hang out, wanita suka lama kalo dandan. Ada sekelumit 'ritual' yang harus dilalui oleh kaum wanita demi mendapatkan penampilan yang epik di mata dunia (kamu). Dan percayalah, itu gak mudah :') Kecuali kamu perempuan tomboy yang gak pernah berurusan dengan lipen, baju, gaya hijab, hingga alis, mungkin gak bakal mengalami hal-hal di bawah ini. Spesifically , gue yang wanita yang sangat menjunjung tinggi 5K (Kebersihan, Kerapian, Keindahan, Ketertiban dan Keamanan (?) , gue butuh waktu dua kali lebih lama untuk berdandan dibanding wanita normal pada umumnya. Kenapa? Mari gue jabarkan satu persatu ya saudara-saudara. Mandi Ritual umum yang dilakukan pertama kali adalah mandi seperti biasa. Mong omong, mandi versi gue itu terdiri atas 2 bagian : keramas dan gak. Kalo gue mau ketemuan sama gebetan biasanya gue keramas dulu lengkap dengan kondisyenernya biar ala-ala. Tapi kalo

Hal-Hal yang (Mungkin) Cuma Dialami Oleh Cewek Berwajah Jutek

Dianggap galak, judes, sombong, bahkan bengis... #wesbiyasa Punya muka berparas jutek dari lahir memang serba gak enak. Dibilang sombong, gak ramah, bahkan bengis. Gak jarang, muka yang jutek atau galak juga sering dijadikan sumber permasalahan mengapa gue masih menjomblo sampai sekarang. Padahal mah gak ada hubungannya juga dan emang belom ada aja yang pas di hati gue. Gak nyari juga sih, karena bukan itu prioritas hidup gue saat ini. *Apa salah Hayatiiii... Sempat terbersit pengen nyalahin bokap nyokap gue kenapa 'menciptakan' gue cetakannya begini. Tapi urung gue lakukan takut di cap anak durhaka :|. Mending kalo dikutuk jadi Chelsea Islan atau jadian sama Chris Martin gitu. Tapi kalo dikutuk jadi batu kaya Malin Kundang gimana? Kalau udah begini yaudah la ya, disyukuri saja setiap inchi apa yang sudah diberikan oleh Gusti Allah. Gitu aja kok repot, kata alm Gus Dur.  Selain dianggap galak, bengis dan sombong, berikut hal-hal apalagi yang sering dialami oleh perempuan be

Mou leípeis

..... Matamu apa kabar?  Masih teduh?  Sejujurnya aku rindu tatapan itu.  Tenang, dan dalam. Seperempat abad usiaku, belum pernah aku melihat mata setenang itu.  Punggungmu bagaimana? Masih sehangat dulu?  Aku pernah terlelap di sana.  Nyaman. Jakarta, 20 April 2017