Langsung ke konten utama

Minggu Bersama Papa

Papaku adalah seorang pedagang kain. Ia mengelola sebuah toko kain milik orangtuanya di dalam pasar di pusat kota Padang. Aku kurang tau persis sudah sejak kapan papa menjadi seorang pedagang. Belum sempat kutanyakan, dia sudah dipanggil Tuhan.

Toko papa bernama Toko Dewi.  Jangan tanya lagi maknanya apa. Jawabanku sama seperti yang di atas. Dia sudah dipanggil Tuhan.

Dalam tokonya, papa menjual berbagai macam barang. Mulai dari kain batik, kain sarung, selimut, bed cover, sajadah, mukena, taplak meja, sampai baju koko. Semuanya ada.

Toko papa tidak begitu besar. Hampir 70 persen tokonya diisi dengan barang dagangannya. Sementara di tengah-tengahnya ada meja kerja papa. Di sana tempat dia biasa membuat nota penjualan, menyimpan uang, dan menerima telepon dari langganannya termasuk telepon gak penting dari aku. Ntah sekedar aku minta dijemput, atau minta uang tambahan untuk membayar buku.

Setiap hari minggu, toko papa hanya buka setengah hari saja. Makanya papa suka mengajakku untuk menemani dia di tokonya. Sebelum adik laki-lakiku lahir, aku lumayan sering ikut sama papa berjualan. Sementara papa melayani pelanggannya, aku asyik bermain sendiri. Ntah itu menyusun uang receh yang ada di samping mejanya, atau mencoret-coret buku nota. Meski akhirnya aku dimarahi sama papa.

Kadang kalau aku lapar, papa suka memesankan semangkuk indomi rebus pada langganannya. Gak beberapa lama memesan, indomi itu langsung hadir di hadapanku. Rasanya? Jangan ditanya. 26 tahun aku hidup, aku belum pernah lagi menemukan indomi rebus seenak itu.

Toko papa dilengkapi dengan langit-langit tempat menyimpan kain dagangannya. Jika aku sedang diajak ke toko, aku suka bermain di sana. Papa sampai heran kenapa aku suka sekali di sana. Padahal langit-langit di toko papa itu gelap dan banyak nyamuk.

Aku suka memperhatikan bagaimana papa melayani para pembelinya. Dia ramah. Ramah sekali. Beda sekali dengan aku. Makanya banyak yang suka belanja di toko papa. Kelak suatu hari aku juga bakal menjadi pedagang yang sukses dan rendah hati seperti papa.

Tapi sekarang papa sudah tidak ada. Tokonya pun aku tidak tahu apakah masih ada atau tidak. Semenjak papa pergi, aku tidak pernah mau lagi menginjakkan kaki di toko itu. Bukan apa-apa, terlalu banyak kenangan tentang papa di sana.

Aku membayangkan, jika ke sana aku melihat papa sedang asyik memencet-mencet kalkulator di balik meja kerjanya. Lalu aku duduk di samping papa, sambil mencoret-coret buku notanya.

Tapi takdir ternyata membawa aku menjadi seorang penulis, bukan pedagang. Meski aku gagal menjadi seorang pedagang yang ramah seperti papa, aku akan berusaha menjadi penulis yang rendah hati.


Rindu, pa. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenapa Cewek Suka Lama Kalo Dandan?

Kaum pria di luar sana sudah semestinya paham mengapa setiap mau pergi entah itu pacaran atau hang out, wanita suka lama kalo dandan. Ada sekelumit 'ritual' yang harus dilalui oleh kaum wanita demi mendapatkan penampilan yang epik di mata dunia (kamu). Dan percayalah, itu gak mudah :') Kecuali kamu perempuan tomboy yang gak pernah berurusan dengan lipen, baju, gaya hijab, hingga alis, mungkin gak bakal mengalami hal-hal di bawah ini. Spesifically , gue yang wanita yang sangat menjunjung tinggi 5K (Kebersihan, Kerapian, Keindahan, Ketertiban dan Keamanan (?) , gue butuh waktu dua kali lebih lama untuk berdandan dibanding wanita normal pada umumnya. Kenapa? Mari gue jabarkan satu persatu ya saudara-saudara. Mandi Ritual umum yang dilakukan pertama kali adalah mandi seperti biasa. Mong omong, mandi versi gue itu terdiri atas 2 bagian : keramas dan gak. Kalo gue mau ketemuan sama gebetan biasanya gue keramas dulu lengkap dengan kondisyenernya biar ala-ala. Tapi kalo

Hal-Hal yang (Mungkin) Cuma Dialami Oleh Cewek Berwajah Jutek

Dianggap galak, judes, sombong, bahkan bengis... #wesbiyasa Punya muka berparas jutek dari lahir memang serba gak enak. Dibilang sombong, gak ramah, bahkan bengis. Gak jarang, muka yang jutek atau galak juga sering dijadikan sumber permasalahan mengapa gue masih menjomblo sampai sekarang. Padahal mah gak ada hubungannya juga dan emang belom ada aja yang pas di hati gue. Gak nyari juga sih, karena bukan itu prioritas hidup gue saat ini. *Apa salah Hayatiiii... Sempat terbersit pengen nyalahin bokap nyokap gue kenapa 'menciptakan' gue cetakannya begini. Tapi urung gue lakukan takut di cap anak durhaka :|. Mending kalo dikutuk jadi Chelsea Islan atau jadian sama Chris Martin gitu. Tapi kalo dikutuk jadi batu kaya Malin Kundang gimana? Kalau udah begini yaudah la ya, disyukuri saja setiap inchi apa yang sudah diberikan oleh Gusti Allah. Gitu aja kok repot, kata alm Gus Dur.  Selain dianggap galak, bengis dan sombong, berikut hal-hal apalagi yang sering dialami oleh perempuan be

Mou leípeis

..... Matamu apa kabar?  Masih teduh?  Sejujurnya aku rindu tatapan itu.  Tenang, dan dalam. Seperempat abad usiaku, belum pernah aku melihat mata setenang itu.  Punggungmu bagaimana? Masih sehangat dulu?  Aku pernah terlelap di sana.  Nyaman. Jakarta, 20 April 2017