Langsung ke konten utama

Curhat dong, Beh!

Kalau ada orang yang paling mengerti jalan pikiran dan isi hati para suami di Gang Ahmada, barangkali jawabannya adalah Babe, penjaga warkop 24 jam di sudut Gang Ahmada. Bapak-bapak di lingkungan sana lebih senang mengadu pada Babeh terkait masalah yang dihadapinya, ketimbang pada istri-istrinya sendiri.

Tidak ada yang tahu siapa nama asli pria berpostur kurus, tinggi ini dan berkepala nyaris botak ini. Meski usianya nyaris mencapai kepala enam, tangan Babeh masih sangat lihai meracik Indomi, bubur kacang ijo dan kopi di Warkopnya.

Di warung kopi tersebut, Babe hidup sendiri. Tidak ada yang tahu persis dimana anak-anak dan istri Babeh. Segelintir tetangga bilang, Babeh dan istrinya sudah bercerai puluhan tahun lalu dan anaknya dibawa oleh istrinya. Sejak saat itu Babe mencukupi kebutuhan sehari-harinya dengan berjualan indomie, roti bakar, dan bubur kacang ijo beserta aneka minuman di salah satu gang sempit di Jakarta.

"Si Hasan kagak ke sini, Be?" tanya Pardi.

"Kagak. Abis berantem sama bininye. Duit abis ngojek bukannya dikasi ke bininye dulu, eh malah dipake judi. Bininye ngamuklah," jawab Babe.

"Hahahaha.. kacau dah," kata Pardi sambil menikmati semangkuk mie rebus yang dipesannya.

Ukuran warkop Babe memang kecil. Tapi sangat nyaman bagi bapak-bapak di sekitaran Gang Ahmada. Setiap malam, warkop Babe selalu ramai didatangi bapak-bapak tersebut. Ntah ingin sekedar ingin nongkrong, curhat, atau nonton bareng.

Di dalamnya terdapat televisi jadul berukuran 21 inchi yang warna gambarnya sangat menyilaukan mata. Terdapat dua kursi dan meja panjang berbentuk letter L yang dapat menampung sekitar delapan orang. Meski para bapak-bapak ini sebenarnya sudah punya tv yang jauh lebih canggih di rumah, mereka tetap nyaman nongkrong di Warkop Babe.

Tak lama kemudian, Hasan datang dengan wajah kusut. Masih mengenakan jaket ojek onlinenya, ia duduk di sebelah Pardi.

"Kopi dong, Beh. Biasa ya," kata Hasan.

"Gimana bini lu, masih ngamuk-ngamuk kagak? Lagi lu ada-ada aja. Duit bakal belanja dapur dipake judi. Kagak kasian sama anak-anak lu ntar gak pada makan?" kata Babe.

"Iya, Beh. Saya suntuk di rumah. Bini minta duit mulu. Duit ini, duit itulah. Dikira saya pohon duit apa? Saya ngojek kan capek, Beh. Pulang pulang malah ditagih duit terus," ujar Hasan sambil mengaduk kopinya.

Pardi yang sedari tadi diam aja ikut menimpali. "Lu emang rada-rada sih, San. Ya lu tanya lah bini lu, itu duit buat apa aja. Jangan main kasi aja," kata Pardi yang merasa senasib seperjuangan dengan Hasan.

"Kadang saya juga heran. Bini saya tuh, Beh. Adaaa aja yang dibeli tiap hari selain buat dapur. Ngutang panci lah, ngutang kipas angin, ngutang hp, kan saya puyeng, Beh," lanjut Pardi.

Melihat Hasan dan Pardi, Babeh cuma tersenyum. "Bini, anak dan rumah adalah tanggungjawab lu. Mereka senang, lu dapat pahala. Mereka susah, lu yang dosa. Karena lu adalah pemimpin di rumah tangga lu," kata Babeh.

Babeh tiba-tiba merenung. Dua puluh tiga tahun lalu, Gang Ahmada belum seramai ini. Masih berupa kebon pala. Di sana ada sebuah rumah bergaya khas betawi dengan halamannya yang luas. Tinggal di sana sebuah keluarga Mak Nur dan dua anaknya. Suaminya adalah seorang pedagang sukses di Pasar Senen dan juga punya beberapa angkot. Dan orang itu adalah Babeh. Babeh, sangat mencintai anak dan istrinya. Makanya ia bekerja keras demi keluarganya, sampai ia bisa sesukses saat itu.

Hari Selasa, dua puluh tiga tahun lalu matahari Jakarta bersinar sangat terik. Seperti biasa, Babeh sedang sibuk berjualan di Pasar Senen. Mak Nur hari itu tidak ikut berjualan, karena sedang sakit, dan menjaga dua anaknya yang masih kecil-kecil.

Mak Nur dan kedua anaknya saat itu tengah tidur siang. Tiba-tiba korsleting terjadi yang berasal dari setrika yang lupa dicabutnya di kamar sebelum ia tidur siang. Api melalap Mak Nur dan kedua anaknya yang tak sempat menyelamatkan diri. Ketiganya tewas terpanggang siang itu.

Babeh yang sedang berjualan mendapat kabar rumahnya kebakaran, ia langsung bergegas pulang. Tapi apa mau dikata, sesampainya di rumah, ia sudah kehilangan semuanya. Tidak hanya hartanya, tapi juga anak dan istrinya.

Sejak saat itu, Babeh depresi. Harta kekayaannya tak tahu kemana. Ia habiskan dengan berjudi, main perempuan dan mabuk-mabukan. Ia begitu terpukul sampai ia tidak mau lagi berbicara dengan siapapun. Para tetangga juga mulai menjauhi Babeh. Tetangganya juga pindah satu per satu karena gusuran pembangunan.

Sisa hidupnya ia habiskan dengan membuka Warkop di tanah bekas rumahnya yang terbakar dulu. Sebuah perkampungan kumuh, di tengah ramainya bunyi klakson mobil dan motor Jakarta. Ia tidak pernah mau pindah dari sana. Bahkan mungkin sampai Babeh tutup usia.

ilustrasi: https://super1974.files.wordpress.com/2013/03/compress-11.jpg

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenapa Cewek Suka Lama Kalo Dandan?

Kaum pria di luar sana sudah semestinya paham mengapa setiap mau pergi entah itu pacaran atau hang out, wanita suka lama kalo dandan. Ada sekelumit 'ritual' yang harus dilalui oleh kaum wanita demi mendapatkan penampilan yang epik di mata dunia (kamu). Dan percayalah, itu gak mudah :') Kecuali kamu perempuan tomboy yang gak pernah berurusan dengan lipen, baju, gaya hijab, hingga alis, mungkin gak bakal mengalami hal-hal di bawah ini. Spesifically , gue yang wanita yang sangat menjunjung tinggi 5K (Kebersihan, Kerapian, Keindahan, Ketertiban dan Keamanan (?) , gue butuh waktu dua kali lebih lama untuk berdandan dibanding wanita normal pada umumnya. Kenapa? Mari gue jabarkan satu persatu ya saudara-saudara. Mandi Ritual umum yang dilakukan pertama kali adalah mandi seperti biasa. Mong omong, mandi versi gue itu terdiri atas 2 bagian : keramas dan gak. Kalo gue mau ketemuan sama gebetan biasanya gue keramas dulu lengkap dengan kondisyenernya biar ala-ala. Tapi kalo

Hal-Hal yang (Mungkin) Cuma Dialami Oleh Cewek Berwajah Jutek

Dianggap galak, judes, sombong, bahkan bengis... #wesbiyasa Punya muka berparas jutek dari lahir memang serba gak enak. Dibilang sombong, gak ramah, bahkan bengis. Gak jarang, muka yang jutek atau galak juga sering dijadikan sumber permasalahan mengapa gue masih menjomblo sampai sekarang. Padahal mah gak ada hubungannya juga dan emang belom ada aja yang pas di hati gue. Gak nyari juga sih, karena bukan itu prioritas hidup gue saat ini. *Apa salah Hayatiiii... Sempat terbersit pengen nyalahin bokap nyokap gue kenapa 'menciptakan' gue cetakannya begini. Tapi urung gue lakukan takut di cap anak durhaka :|. Mending kalo dikutuk jadi Chelsea Islan atau jadian sama Chris Martin gitu. Tapi kalo dikutuk jadi batu kaya Malin Kundang gimana? Kalau udah begini yaudah la ya, disyukuri saja setiap inchi apa yang sudah diberikan oleh Gusti Allah. Gitu aja kok repot, kata alm Gus Dur.  Selain dianggap galak, bengis dan sombong, berikut hal-hal apalagi yang sering dialami oleh perempuan be

Mou leípeis

..... Matamu apa kabar?  Masih teduh?  Sejujurnya aku rindu tatapan itu.  Tenang, dan dalam. Seperempat abad usiaku, belum pernah aku melihat mata setenang itu.  Punggungmu bagaimana? Masih sehangat dulu?  Aku pernah terlelap di sana.  Nyaman. Jakarta, 20 April 2017