Langsung ke konten utama

Yang Saya Panggil Dengan Sebutan Rumah

Ada sebuah rumah. Bentuknya sederhana. Ukurannya tidak begitu besar, tapi bangunannya tinggi menjulang. Rumah tersebut diberi pagar sekelilingnya, tapi tidak digembok. Mungkin si pemilik rumah sengaja, jika ada yang berminat dengan rumah ini mudah untuk memasukinya. 

Awalnya, rumah itu terlihat asing bagi saya. Maklum saja, saya baru menemukannya. Itupun secara tidak sengaja. Saya menemukannya justru saat saya berhenti mencari. 


Dengan ragu-ragu, saya berjalan perlahan tapi pasti. Saya buka pagar rumah tersebut dan melangkah masuk. Rumput liar tampak memenuhi halaman rumah yang tidak terlalu luas. Di sudut halaman, terdapat jejeran lampu taman yang sudah tidak lagi menyala. Ada juga bekas kolam ikan yang dasarnya sudah ditumbuhi oleh lumut.

Dari luar rumah tersebut tidak jelek sebenarnya. Hanya saya mungkin di tangan yang tepat, rumah ini bisa menjadi lebih terawat dan memberi kenyamanan bagi penghuninya. Halaman rumah ini sejuk sekali. 

Kemudian saya kembali berjalan menuju pintu rumah tersebut. Saya ketuk dengan pelan.  

Tok.. tok..

Pintu kemudian terbuka dengan sendirinya. 

Masih dengan langkah yang ragu, saya mencoba masuk ke dalam rumah tersebut. Sepi. Tidak ada orang sama sekali. Saya beranikan kaki saya untuk memulai langkah memasuki rumah tersebut karena saya penasaran bercampur takut. 

Saya melihat-lihat sekeliling. Furnitur rumah ini serba tua dan antik. Ada satu set sofa berukuran besar di ruang tamu. Di kiri sofa, terdapat meja kayu yang ukurannya tidak terlalu besar. Di atas meja tersebut, berjejer frame foto yang gambarnya entah siapa saya tidak tahu. 

Beranjak ke ruang makan, di sana terdapat satu set meja makan dengan kursi kayu yang diukir. Saya pikir kayunya dari kayu jati, soalnya terlihat sangat berat dan kokoh. Di atas meja makan tergantung sebuah lampu gantung yang cantik sekali. Lampu itu terbuat dari bahan semacam kuningan dan dapat dipasang lima bohlam. Lampu ini mengingatkan saya pada lampu yang biasa dipakai di ruang meja kerajaan di film Disney yang biasa saya tonton. 

Kemudian saya berjalan perlahan menuju sebuah sofa. Sedikit berdebu memang. Saya tepuk-tepukkan tangan saya untuk menghilangkan debu di sofa dan saya duduki sofa tersebut. Terasa hangat dan empuk. 

Setelah memperhatikan satu per satu furnitur di rumah ini, saya pikir saya mulai suka dengan rumah ini. Rumah ini mulai memberi kenyamanan bagi saya.  

Lalu saya memutuskan untuk tinggal di rumah itu. Saya sudah terlanjur jatuh hati dengan desainnya, furniturnya, dan suasananya. Saya seperti menyatu dengan rumah ini. Seakan-akan pemilik rumah ini membangun rumah ini memang khusus untuk saya. 

Saya mulai merapikan rumah ini. Mulai dari membersihkan sarang laba-laba yang ada di tiap sudut rumah, membersihkan debu-debu yang menempel di semua furnitur. Saya juga mengelap kaca rumah ini agar tidak terlihat kusam, dan saya menambahkan karpet di lantainya agar lebih hangat. Halaman rumahnya juga tidak ketinggalan. Rumput-rumput liarnya saya potong agar tidak terlalu tinggi. Di sisi taman saya pajang beberapa pot bunga kertas berwarna-warni. Bohlam tamannya saya ganti dengan yang baru, dan kolam ikannya juga saya kuras agar bisa ditempati ikan. Rumah itu sekarang tampak cantik. 

Suatu hari, atap rumah tersebut bocor karena hujan yang terus turun dua hari berturut-turut. Saya menggerutu. Meski kesal, dengan sabar saya berusaha memperbaiki atap rumah tersebut.

Beberapa hari setelahnya, giliran pintu di rumah ini yang rusak, mau tidak mau saya harus menggantinya dengan yang baru. 

Meski rumah ini banyak kekurangannya, entah mengapa saya tetap nyaman tinggal di rumah ini. Tidak pernah sedikitpun terpikir untuk pindah, apalagi sampai menjualnya. Saya ingin tetap tinggal di rumah ini, selamanya. Sampai habis deret usia saya. 

Kepada seseorang yang saya panggil dengan sebutan rumah, kamu adalah alasan utama saya untuk pulang setelah lelah dihajar hari yang panjang. 

Terima kasih sudah memberi nyaman. Semoga kamu tidak pernah lelah menjaga saya harian, bulanan, bahkan tahunan. Melindungi saya dari kepanasan, kedinginan atau dari rasa yang tidak karuan. 

foto: Meutia Febrina

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenapa Cewek Suka Lama Kalo Dandan?

Kaum pria di luar sana sudah semestinya paham mengapa setiap mau pergi entah itu pacaran atau hang out, wanita suka lama kalo dandan. Ada sekelumit 'ritual' yang harus dilalui oleh kaum wanita demi mendapatkan penampilan yang epik di mata dunia (kamu). Dan percayalah, itu gak mudah :') Kecuali kamu perempuan tomboy yang gak pernah berurusan dengan lipen, baju, gaya hijab, hingga alis, mungkin gak bakal mengalami hal-hal di bawah ini. Spesifically , gue yang wanita yang sangat menjunjung tinggi 5K (Kebersihan, Kerapian, Keindahan, Ketertiban dan Keamanan (?) , gue butuh waktu dua kali lebih lama untuk berdandan dibanding wanita normal pada umumnya. Kenapa? Mari gue jabarkan satu persatu ya saudara-saudara. Mandi Ritual umum yang dilakukan pertama kali adalah mandi seperti biasa. Mong omong, mandi versi gue itu terdiri atas 2 bagian : keramas dan gak. Kalo gue mau ketemuan sama gebetan biasanya gue keramas dulu lengkap dengan kondisyenernya biar ala-ala. Tapi kalo ...

A new chapter

Hai!  Gue baru beres-beres blog gue yang sudah lama tidak terurus ini. Ganti layout, ganti tema, download sana download sini, sambil sesekali ngerecokin Mas Asep yang duduk sebelah gue lagi sibuk naikin berita. Maklum, gue sangat awam dengan dunia per-blog-an. Jadinya gue bawel nanya muluk. Hari ini gue lagi gabut banget karena deadline majalah udah kelar dan gak tau mau ngapain lagi. Daripada gue yutuban ga jelas, mending gue melakukan sesuatu yang bermanfaat mumpung lagi puasa juga (ga ada hubungannya juga sih..) New chapter, new beginning. Judul ini memiliki makna yang dalem (sumur keleus) dalem buat gue. Terlebih dua bulan terakhir ini hati gue diombang-abing dan dibolak-balik oleh Sang Maha Kuasa, karena DIA masih sayang sama gue. Meski kadang gue masih suka abai dengan perintah-NYA :"). Dua bulan terakhir ini gue berusaha keras menata kehidupan gue yang almost destroyed ini. #lebay Pertama, gue pindah rumah sekarang. Eh maksudnya, gue pindah numpang hidup s...

Terima Kasih Pak B(r)ambang

Sejak resmi menyandang status sebagai " istri " (IYA IYA), otomatis segala urusan dunia perdapuran dan perkulkasan menjadi tanggung jawab gue. Tugas gue cuma ngisi dan belanja doang sih, tapi tetep uangnya dari Mas Suami. HaHaHa. Jadi, salah satu rutinitas gue setiap minggu adalah mengisi kulkas dengan berbagai macam buah. Ini gue lakukan sebagai langkah kecil menuju Indonesia Sehat 2019 dengan bertekad rutin makan buah. Mulai dari mangga, pisang, buah naga, jeruk, pir, pokoknya segala macam buah.  Tapi problemnya, sebagai bu ibu " snob ", indra penciuman gue belum mampu untuk membedakan mana buah yang masih mengkal, matang, atau busuk. Suka selalu salah beli. Kadang masih mengkel-lah, kadang busuklah, kadang asemlah, dan kadang-kadang bener alias matengnya pas. Ini akibat kalo lagi belanja buah sendiri, gue cuma mengandalkan bagian divisi alam bawah sadar aja. Please jangan bully aqu~ Pernah suatu hari gue beli mangga di pinggir jalanan deket rumah, g...