Ada sebuah rumah. Bentuknya sederhana. Ukurannya tidak begitu besar, tapi bangunannya tinggi menjulang. Rumah tersebut diberi pagar sekelilingnya, tapi tidak digembok. Mungkin si pemilik rumah sengaja, jika ada yang berminat dengan rumah ini mudah untuk memasukinya.
Awalnya, rumah itu terlihat asing bagi saya. Maklum saja, saya baru menemukannya. Itupun secara tidak sengaja. Saya menemukannya justru saat saya berhenti mencari.
Dengan ragu-ragu, saya berjalan perlahan tapi pasti. Saya buka pagar rumah tersebut dan melangkah masuk. Rumput liar tampak memenuhi halaman rumah yang tidak terlalu luas. Di sudut halaman, terdapat jejeran lampu taman yang sudah tidak lagi menyala. Ada juga bekas kolam ikan yang dasarnya sudah ditumbuhi oleh lumut.
Dari luar rumah tersebut tidak jelek sebenarnya. Hanya saya mungkin di tangan yang tepat, rumah ini bisa menjadi lebih terawat dan memberi kenyamanan bagi penghuninya. Halaman rumah ini sejuk sekali.
Dari luar rumah tersebut tidak jelek sebenarnya. Hanya saya mungkin di tangan yang tepat, rumah ini bisa menjadi lebih terawat dan memberi kenyamanan bagi penghuninya. Halaman rumah ini sejuk sekali.
Kemudian saya kembali berjalan menuju pintu rumah tersebut. Saya ketuk dengan pelan.
Tok.. tok..
Pintu kemudian terbuka dengan sendirinya.
Masih dengan langkah yang ragu, saya mencoba masuk ke dalam rumah tersebut. Sepi. Tidak ada orang sama sekali. Saya beranikan kaki saya untuk memulai langkah memasuki rumah tersebut karena saya penasaran bercampur takut.
Saya melihat-lihat sekeliling. Furnitur rumah ini serba tua dan antik. Ada satu set sofa berukuran besar di ruang tamu. Di kiri sofa, terdapat meja kayu yang ukurannya tidak terlalu besar. Di atas meja tersebut, berjejer frame foto yang gambarnya entah siapa saya tidak tahu.
Beranjak ke ruang makan, di sana terdapat satu set meja makan dengan kursi kayu yang diukir. Saya pikir kayunya dari kayu jati, soalnya terlihat sangat berat dan kokoh. Di atas meja makan tergantung sebuah lampu gantung yang cantik sekali. Lampu itu terbuat dari bahan semacam kuningan dan dapat dipasang lima bohlam. Lampu ini mengingatkan saya pada lampu yang biasa dipakai di ruang meja kerajaan di film Disney yang biasa saya tonton.
Kemudian saya berjalan perlahan menuju sebuah sofa. Sedikit berdebu memang. Saya tepuk-tepukkan tangan saya untuk menghilangkan debu di sofa dan saya duduki sofa tersebut. Terasa hangat dan empuk.
Setelah memperhatikan satu per satu furnitur di rumah ini, saya pikir saya mulai suka dengan rumah ini. Rumah ini mulai memberi kenyamanan bagi saya.
Lalu saya memutuskan untuk tinggal di rumah itu. Saya sudah terlanjur jatuh hati dengan desainnya, furniturnya, dan suasananya. Saya seperti menyatu dengan rumah ini. Seakan-akan pemilik rumah ini membangun rumah ini memang khusus untuk saya.
Saya mulai merapikan rumah ini. Mulai dari membersihkan sarang laba-laba yang ada di tiap sudut rumah, membersihkan debu-debu yang menempel di semua furnitur. Saya juga mengelap kaca rumah ini agar tidak terlihat kusam, dan saya menambahkan karpet di lantainya agar lebih hangat. Halaman rumahnya juga tidak ketinggalan. Rumput-rumput liarnya saya potong agar tidak terlalu tinggi. Di sisi taman saya pajang beberapa pot bunga kertas berwarna-warni. Bohlam tamannya saya ganti dengan yang baru, dan kolam ikannya juga saya kuras agar bisa ditempati ikan. Rumah itu sekarang tampak cantik.
Suatu hari, atap rumah tersebut bocor karena hujan yang terus turun dua hari berturut-turut. Saya menggerutu. Meski kesal, dengan sabar saya berusaha memperbaiki atap rumah tersebut.
Beberapa hari setelahnya, giliran pintu di rumah ini yang rusak, mau tidak mau saya harus menggantinya dengan yang baru.
Beberapa hari setelahnya, giliran pintu di rumah ini yang rusak, mau tidak mau saya harus menggantinya dengan yang baru.
Meski rumah ini banyak kekurangannya, entah mengapa saya tetap nyaman tinggal di rumah ini. Tidak pernah sedikitpun terpikir untuk pindah, apalagi sampai menjualnya. Saya ingin tetap tinggal di rumah ini, selamanya. Sampai habis deret usia saya.
Kepada seseorang yang saya panggil dengan sebutan rumah, kamu adalah alasan utama saya untuk pulang setelah lelah dihajar hari yang panjang.
Terima kasih sudah memberi nyaman. Semoga kamu tidak pernah lelah menjaga saya harian, bulanan, bahkan tahunan. Melindungi saya dari kepanasan, kedinginan atau dari rasa yang tidak karuan.
foto: Meutia Febrina |
Komentar
Posting Komentar