Langsung ke konten utama

Kita Butuh Rasa Takut Supaya Kita Kuat #30harimenulis

Dalam keadaan darurat, cemas plus takut, sesuatu yang kita anggap gak mungkin ternyata bisa jadi mungkin terjadi. Apa yang gue alami hari Selasa(23/1) contohnya. Gue sanggup turun tangga darurat dari lantai 23 ke lantai 1 gedung kantor tanpa berhenti demi menyelamatkan diri dari gempa di Jakarta yang terjadi siang tadi. Pas nyadar, gue udah di lantai 1 aja.  We O We kan????

Gak pernah terbayangkan, akhirnya gue mencoba menjajal ratusan anak tangga darurat turun 23 lantai di gedung tempat gue bekerja sehari-hari. Masa bodo deh dengan tips bugar nomer 1 di kantor: gunakan tangga ketimbang lift. Gue terlalu sayang sama lemak gue soalnya. Lha ngapain naik tangga, secara gue anaknya menjunjung tinggi kepraktisan, makanya gue lebih memilih menggunakan lift. 

Seperti biasa, abis solat Zuhur gue melanjutkan kerjaan ketikan naskah abis liputan tadi pagi yang belum kelar. Di sebelah gue duduk Arief, dan di depan gue ada Andre. Hari ini gue duduk diapit dua pria berbadan besar namun ramah, baik hati dan sopan. Kedua pria ini kadang suka iseng menggoyang-goyangkan kakinya sehingga meja yang kami tempati jadi bergoyang.

Lagi asyik-asyiknya ngetik, gue pikir Arief yang ngegoyang-goyangin meja. Gue kan KZL jadinya kehilangan konsentrasi karena sedang dikejar deadline. Eh tapi kok getarannya gak berenti-berenti. Dan orang-orang di sebelah gue mulai nyadar kalo itu gempa. 

Gue panik, Dini di sebelah gue juga panik. Semua penghuni lantai 23 panik. FYI, gue berada di lantai paling atas gedung lho, Saudara-saudara sekalian. Rasanya di pikiran gue gedung yang gue tempatin itu mau roboh aja kayak di film-film. #oke #korbanfilmaction

Yang lagi di ruang meeting akhirnya juga pada berhamburan ke luar. Gue reflek berlindung di bawah meja. Berdasarkan yang gue pelajari dulu waktu simulasi gempa di Padang, kalau gue berada di lantai paling atas sebuah gedung dan diguncang gempa, gak perlu turun. Cukup berlindung di bawah meja aja. Tapi emang dasar anaknya panikan, lebay dan drama, kalo belum di luar gedung itu rasanya belum aman. Hahaha #namanyajugawanita. 

Akhirnya, gue, Dini, Arief dan Andre memutuskan untuk meninggalkan ruangan. Tas, laptop, semuanya gue tinggal gitu aja. Gue turun cuma berbekal 2 hal yang paling penting dalam hidup: hp dan dompet. Dibimbing Dini, gue pun mau gak mau turun melewati tangga darurat karena lift gedung udah pasti gak bakal bisa digunain saat gempa. 

Masih dalam keadaan panik dan deg-degan, Dini ngajak gue untuk turun ke lantai 1 dengan menggunakan tangga darurat. Gue biasanya adalah perempuan yang paling anti disuruh naik tangga, tanpa babibu meng-iyakan ajakan sahabat gue nan manis ini. 

Sumpahhh ya. Itu gue gak tau lagi berapa ratus anak tangga yang gue injek. Rasanya kok gak sampe-sampe gitu ya. Di tambah ruangannya jadi panas dan sesek akibat orang-orang pada turun. Mana sinyal hp juga tiba-tiba ilang, gue jadi bingung mau ngabarin keluarga di luaran sana.

Satu per satu anak tangga gue jajal. Itu gak pake ngos-ngosan dan gak pake berenti karena gue pengen cepet-cepet sampe di bawah dan menghirup udara segar. Untung si asma gak kambuh dan bisa diajak kompromi. Lantai 17, 16,15 dan gak terasa udah di 10. Tapi makin deket ke lantai 1 justru mulai terasa capeknya. Lantai 4,3,2 dan akhirnya gue dan Dini berhasil tiba di lantai 1 menghirup udara segar. Alhamdulillah. 

Di lobby udah pada rame orang-orang yang lagi dievakuasi. Ada yang duduk, ada yang panik, ada juga yang update status. Sebagai bagian dari generasi millenials yang gak pernah mau ketinggalan, apa-apa kudu di update dong! Hidup update status!

Gue sama Dini pun mencari tempat duduk untuk melemaskan kaki. Sumpahhhh, kaki baru terasa pegelnya pas duduk.  Mana pas turun gak prepare bawa air minum, ausssss dong jadinya. Kita berdua juga ngerasa amaze aja sanggup turun tangga dari lantai 23 ke lantai 1. Padahal waktu nanjak Ijen yang 'katanya' gampang, otak dan kaki kita aja udah gak sinkron pas sampe puncak..

Pelajaran hari  ini: gak semua rasa takut itu buruk. Justru dari rasa takut plus dibantu sama keadaan, ternyata kita memiliki kekuatan yang gak kita sadari ada dalam diri kita. Gut nite, universe :)

selfie setitik setelah gempa :D


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenapa Cewek Suka Lama Kalo Dandan?

Kaum pria di luar sana sudah semestinya paham mengapa setiap mau pergi entah itu pacaran atau hang out, wanita suka lama kalo dandan. Ada sekelumit 'ritual' yang harus dilalui oleh kaum wanita demi mendapatkan penampilan yang epik di mata dunia (kamu). Dan percayalah, itu gak mudah :') Kecuali kamu perempuan tomboy yang gak pernah berurusan dengan lipen, baju, gaya hijab, hingga alis, mungkin gak bakal mengalami hal-hal di bawah ini. Spesifically , gue yang wanita yang sangat menjunjung tinggi 5K (Kebersihan, Kerapian, Keindahan, Ketertiban dan Keamanan (?) , gue butuh waktu dua kali lebih lama untuk berdandan dibanding wanita normal pada umumnya. Kenapa? Mari gue jabarkan satu persatu ya saudara-saudara. Mandi Ritual umum yang dilakukan pertama kali adalah mandi seperti biasa. Mong omong, mandi versi gue itu terdiri atas 2 bagian : keramas dan gak. Kalo gue mau ketemuan sama gebetan biasanya gue keramas dulu lengkap dengan kondisyenernya biar ala-ala. Tapi kalo ...

A new chapter

Hai!  Gue baru beres-beres blog gue yang sudah lama tidak terurus ini. Ganti layout, ganti tema, download sana download sini, sambil sesekali ngerecokin Mas Asep yang duduk sebelah gue lagi sibuk naikin berita. Maklum, gue sangat awam dengan dunia per-blog-an. Jadinya gue bawel nanya muluk. Hari ini gue lagi gabut banget karena deadline majalah udah kelar dan gak tau mau ngapain lagi. Daripada gue yutuban ga jelas, mending gue melakukan sesuatu yang bermanfaat mumpung lagi puasa juga (ga ada hubungannya juga sih..) New chapter, new beginning. Judul ini memiliki makna yang dalem (sumur keleus) dalem buat gue. Terlebih dua bulan terakhir ini hati gue diombang-abing dan dibolak-balik oleh Sang Maha Kuasa, karena DIA masih sayang sama gue. Meski kadang gue masih suka abai dengan perintah-NYA :"). Dua bulan terakhir ini gue berusaha keras menata kehidupan gue yang almost destroyed ini. #lebay Pertama, gue pindah rumah sekarang. Eh maksudnya, gue pindah numpang hidup s...

Terima Kasih Pak B(r)ambang

Sejak resmi menyandang status sebagai " istri " (IYA IYA), otomatis segala urusan dunia perdapuran dan perkulkasan menjadi tanggung jawab gue. Tugas gue cuma ngisi dan belanja doang sih, tapi tetep uangnya dari Mas Suami. HaHaHa. Jadi, salah satu rutinitas gue setiap minggu adalah mengisi kulkas dengan berbagai macam buah. Ini gue lakukan sebagai langkah kecil menuju Indonesia Sehat 2019 dengan bertekad rutin makan buah. Mulai dari mangga, pisang, buah naga, jeruk, pir, pokoknya segala macam buah.  Tapi problemnya, sebagai bu ibu " snob ", indra penciuman gue belum mampu untuk membedakan mana buah yang masih mengkal, matang, atau busuk. Suka selalu salah beli. Kadang masih mengkel-lah, kadang busuklah, kadang asemlah, dan kadang-kadang bener alias matengnya pas. Ini akibat kalo lagi belanja buah sendiri, gue cuma mengandalkan bagian divisi alam bawah sadar aja. Please jangan bully aqu~ Pernah suatu hari gue beli mangga di pinggir jalanan deket rumah, g...