Langsung ke konten utama

Mendengar Dengan Hati, Berkata Dengan Jari

Gue iri sama Pak Sahid. Jika dosa manusia bisa dikalkulasikan secara kasar, mungkin Pak Sahid termasuk manusia dengan dosa paling sedikit di muka bumi ini. Kenapa? Karena dia seorang tuna rungu. 

foto by: me

Karena dia tuli, dia gak perlu mendengar hal-hal gak baik yang terjadi setiap harinya. Ntah itu makian dari supir metromini kepada pengendara motor di jalanan, atau pasangan yang berantem di tempat umum yang saling melontarkan kata kasar. Dia juga gak perlu mendengar gosip-gosip murahan yang sehari-harinya berseliweran di televisi, bahkan dia juga gak perlu mendengar janji-janji manis yang ditebar oleh para pejabat di negeri ini. 

Dan boleh jadi, dia juga termasuk dalam daftar manusia paling bahagia di dunia. Karena dia gak akan pernah mendengar omongan negatif dari orang-orang tentang dia. Tidak ada beban untuk menjadi begini, menjadi begitu, mengubah ini, mengubah itu, demi memuaskan mulut-mulut nyinyir di sekitarnya. Dia juga gak akan cepat baper, dan gak gampang tersinggungan. Hatinya pasti bakal selalu damai. Alangkah indahnya dunianya Pak Sahid. 

Dia juga seorang tuna rungu. Menjaga lisan itu adalah perkara yang sangat sulit lho. Beruntung, dia tidak bisa mengeluarkan kata-kata kasar kepada orang lain. Menyakiti hati orang baik secara sengaja atau pun tidak. Apalagi di era kebebesan berekspresi saat ini, dimana orang bisa bebas ngomong. Tapi yang bikin miris, otak dan mulut orang-orang ini suka gak sinkron. Akibatnya, kata-kata yang dikeluarkan kadang makin melukai hati yang sudah terluka ini.. (bhayy).

Uber yang gue pesen sore itulah yang mempertemukan gue dengan pria yang tinggal di Jakarta Timur ini. Jadi waktu itu gue ada tugas liputan di Jiexpo Kemayoran, dan gue harus pulang ke kosan gue yang berada di Mampang. Itu perjalanan jauh banget ya, dari Utara menuju ke Selatan. 

Awalnya tidak ada yang aneh ketika gue membuka aplikasi Uber yang ada di gawai gue. Tapi begitu orderan gue ada yang mau ambil, gue melihat sekilas di profilnya pak Sahid tulisannya "Your uber driver is deaf". Seriously?

Begitu dia tiba di tempat yang sudah gue tuliskan secara lengkap di kolom chat, barulah gue percaya kalau Pak Sahid ini seorang tunarungu. Dia menyambut gue dengan senyum, memberikan helm ke gue. Mukanya lusuh, diselimuti tebalnya debu Ibu kota. 

Dalam perjalanan, jujur, gue amat sangat was was. Ada banyak pertanyaan berkecamuk di otal gue. Gimana cara dia mendengar klakson dari pengendara jalanan lainnya ya? Gimana dia bisa mendengar kalo penumpang mau ngarahin jalan? Gimana cara dia nanyain alamat kalo ngirim barang? Dan berjuta kata "gimana" menari-nari di pikiran gue sepanjang perjalanan. 

Dari Jiexpo Kemayoran ke Mampang itu jaraknya kurang lebih 28 km. Pak Sahid gue lihat gak begitu paham jalanannya, jadinya gue agak nyasar-nyasar keluar masuk pasar. Berkali-kali dia menunjukkan isyarat kalau dia baik-baik saja dan tau jalan, mungkin biar guenya gak panik. 

Setelah 15 menit nyasar keluar masuk pasar, gue menulis catatan di notes gue "Bapak tau jalannya gak? Kalo gak tau, saya bantu tanyakan orang sekitar sini," kemudian gue menepuk pundaknya dan dia memberi isyarat "ok". Gue pun diam. Tapi, gue tetap stuck dikemacetan yang gue gatau dimana. Gue juga dibawa melewati jalanan yang isinya truk dan tronton semua. Lagi-lagi gue gak enak hati sama Pak Sahid. 

Sepanjang perjalanan gue cuma bisa berdoa, semoga gue diberi keselamatan selama di jalan. Karena gue dulu pernah trauma kecelakaan dengan menggunakan ojek online. 

Akhirnya, perjalanan yang harusnya gue tempuh sekitar 1,5 jam karena nyasar-nyasar menjadi 2 jam. Tapi gue tetap bersyukur, gue bisa sampai kosan dengan selamat. Setelah membayar, gue mengucapkan terima kasih kepada beliau. Diapun membalasnya dengan isyarat "sama-sama". Sembari dalam hati gue berdoa, semoga Tuhan selalu menjaga dia dimanapun dan kapanpun, jerih payahnya terbayarkan, dan rezkinya dicukupkan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenapa Cewek Suka Lama Kalo Dandan?

Kaum pria di luar sana sudah semestinya paham mengapa setiap mau pergi entah itu pacaran atau hang out, wanita suka lama kalo dandan. Ada sekelumit 'ritual' yang harus dilalui oleh kaum wanita demi mendapatkan penampilan yang epik di mata dunia (kamu). Dan percayalah, itu gak mudah :') Kecuali kamu perempuan tomboy yang gak pernah berurusan dengan lipen, baju, gaya hijab, hingga alis, mungkin gak bakal mengalami hal-hal di bawah ini. Spesifically , gue yang wanita yang sangat menjunjung tinggi 5K (Kebersihan, Kerapian, Keindahan, Ketertiban dan Keamanan (?) , gue butuh waktu dua kali lebih lama untuk berdandan dibanding wanita normal pada umumnya. Kenapa? Mari gue jabarkan satu persatu ya saudara-saudara. Mandi Ritual umum yang dilakukan pertama kali adalah mandi seperti biasa. Mong omong, mandi versi gue itu terdiri atas 2 bagian : keramas dan gak. Kalo gue mau ketemuan sama gebetan biasanya gue keramas dulu lengkap dengan kondisyenernya biar ala-ala. Tapi kalo ...

A new chapter

Hai!  Gue baru beres-beres blog gue yang sudah lama tidak terurus ini. Ganti layout, ganti tema, download sana download sini, sambil sesekali ngerecokin Mas Asep yang duduk sebelah gue lagi sibuk naikin berita. Maklum, gue sangat awam dengan dunia per-blog-an. Jadinya gue bawel nanya muluk. Hari ini gue lagi gabut banget karena deadline majalah udah kelar dan gak tau mau ngapain lagi. Daripada gue yutuban ga jelas, mending gue melakukan sesuatu yang bermanfaat mumpung lagi puasa juga (ga ada hubungannya juga sih..) New chapter, new beginning. Judul ini memiliki makna yang dalem (sumur keleus) dalem buat gue. Terlebih dua bulan terakhir ini hati gue diombang-abing dan dibolak-balik oleh Sang Maha Kuasa, karena DIA masih sayang sama gue. Meski kadang gue masih suka abai dengan perintah-NYA :"). Dua bulan terakhir ini gue berusaha keras menata kehidupan gue yang almost destroyed ini. #lebay Pertama, gue pindah rumah sekarang. Eh maksudnya, gue pindah numpang hidup s...

Terima Kasih Pak B(r)ambang

Sejak resmi menyandang status sebagai " istri " (IYA IYA), otomatis segala urusan dunia perdapuran dan perkulkasan menjadi tanggung jawab gue. Tugas gue cuma ngisi dan belanja doang sih, tapi tetep uangnya dari Mas Suami. HaHaHa. Jadi, salah satu rutinitas gue setiap minggu adalah mengisi kulkas dengan berbagai macam buah. Ini gue lakukan sebagai langkah kecil menuju Indonesia Sehat 2019 dengan bertekad rutin makan buah. Mulai dari mangga, pisang, buah naga, jeruk, pir, pokoknya segala macam buah.  Tapi problemnya, sebagai bu ibu " snob ", indra penciuman gue belum mampu untuk membedakan mana buah yang masih mengkal, matang, atau busuk. Suka selalu salah beli. Kadang masih mengkel-lah, kadang busuklah, kadang asemlah, dan kadang-kadang bener alias matengnya pas. Ini akibat kalo lagi belanja buah sendiri, gue cuma mengandalkan bagian divisi alam bawah sadar aja. Please jangan bully aqu~ Pernah suatu hari gue beli mangga di pinggir jalanan deket rumah, g...