Langsung ke konten utama

Diistimewakan Oleh Yogyakarta (I)


"Pergi ke Jogja adalah caraku mentertawakan kesibukan orang-orang di Jakarta," Begitu kalo kata Pak De Sudjiwo Tedjo yang gue kutip dari akun Twitternya beberapa waktu lalu.

Liburan ke Jogja sebenarnya masuk dalam salah satu wish list gue dari tahun kemarin. Tapi karena begitu banyak hal yang gue harus gue selesaikan di tahun kemarin, niatain itu baru bisa gue wujudkan tahun ini. 

Restu cuti sudah gue kantongi, duit buat jalan-jalanpun sudah disiapkan jauh-jauh hari. Dengan menggunakan moda transportasi andalan kelas menengah ngehek yakni kereta api, berangkatlah gue dan 3 kawan gue (Mbaade, Mba Iki, dan Geri) menuju kota gudeg tersebut. Kereta mengantarkan kami dari Stasiun Pasar Senen pukul 22.00 WIB. Di kereta, kami semua bobok dengan cantiknya karena sebelumnya masih harus liputan dulu sebelum malamnya berangkat ke Jogja. Journalist lyfe~

Matahari pagi kota Wates membangunkan gue dari tidur yang sebenernya tidak terlalu nyenyak. Namanya juga kelas kereta kelas ekonomi ya, jangan harap bisa tidur nyaman. Bisa merem aja dan gak kedinginan itu udah syukur banget.

menikmati sunrise di Wates
Foto by : Mbaiki

Wates merupakan stasiun terakhir yang kami lewati sebelum gue sampai di Stasiun Tugu, Yogyakarta. Hamparan sawah yang hijau, rumah-rumah khas pedesaan dengan halaman yang luas, menjadi tampak cantik ketika disinari oleh matahari pagi. Berani taruhan, sama sekali gak ada polusi di sana. Tetiba pikiran gue pun melayang ke jalanan Mampang di Jakarta yang gue lewati setiap harinya kalo ngantor. Jam 7 aja udh sesek sama berbagai jenis kendaraan dan asap yang menyebalkan. Ah udah ah.


Puas menikmati sunrise, gak terasa gue sudah sampai di Stasiun Tugu. Ah, Jogjakarta. Udah gak sabar rasanya merasakan keistimewaaan kota seribu candi ini.

Baru keluar dari Stasiun Tugu, perut udah krucuk-krucuk. Gue pun menyusuri jalanan Malioboro buat nyari sarapan. Belum lengkap rasanya ke Jogja kalo belum makan nasi kucing. Sampelah gue di salah satu angkringan di Malioboro. Pagi itu gue makan nasi pake ati ampla, telor puyuh, dan gorengan 2 plus teh manis anget. Harganya? Cuma 10rebu aja sist dan itu udah kenyang.

keluar Stasiun Tugu, nemu ini.
Setelah makan, kitapun jalan-jalan dulu mengitari Jogja di pagi hari sambil bawa-bawa ransel. Total, gue menghabiskan 5 hari 4 malam di kota Gudeg ini. Banyak banget destinasi yang gue kunjungi selama di sana. Jadi, kemana aja gue selama di Jogja?

Hari pertama
  • Benteng Vrederbug
Tempat pertama yang gue datengin adalah Benteng Vrederberg. Lokasi benteng ini gak jauh dari Stasiun Tugu Jogja. Benteng khas Belanda ini bangunannya emang cantik banget. Bangunan khas Belanda dengan ciri khas fondasinya yang kokoh mendominasi desain benteng ini. Di dalamnya ada lapangan rumput dan taman yang lumayan luas. Kalo produser film Bollywood ngeliat dalemnya museum ini, bisa dipake kali buat syuting. Melihat bangunannya yang masih kokoh, gak akan ada yang bakalan menyangka kalo benteng ini pertama kali dibangun tahun 1767.

Cuma modal tiket masuk Rp2000, kita udah bisa jalan-jalan plus nambah pengetahuan tentang sejarah Indonesia. Konon katanya benteng ini dibangun sebagai pusat pemerintahan dan pertahanan Belanda. Museumnya terbagi atas 11 bagian atau yang disebut dengan diorama. Di setiap diorama itu menyimpan berbagai benda yang berhubungan dengan sejarah Indonesia.







  • Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat (Keraton Jogja)
Puas jalan-jalan di Vederburg, gue menaruh barang dulu di hotel. Karena sepi, pihak hotel memperbolehkan kami buat check in lebih awal. Btw gue dan temen-temen gue nginep di Jasmine Heritage Homestay di daerah Gondomanan. Reviewnya bakal gue jelasin di sini ya.

Sampe di Keraton, suasana di sana masih sepi. Yaiayalah, secara gue kesana baru hari Kamis dan orang-orang Jogja masih pada kerja. Masuk ke halaman keraton, ingatan gue langsung melesat gue ke masa 15 tahun lalu, waktu pertama kali menginjakkan kaki ke Jogjakarta bersama keluarga gue. Jadi waktu Papa masih ada, gue sekeluarga pernah jalan-jalan dari Padang-Jakarta-Jogja naik mobil kijang papa yang disupiri dia dan temannya. Waktu itu jalan tol belum pada jadi. Perjalanan gue ditemani hutan belantara yang lebatnya kayak apaan tau. That was very amazing experience. Karena waktu itu gue masi kecil banget, yang gue inget tempat yang gue kunjungi selama di sana adalah Keraton dan Candi Borobudur aja. Dan gue kembali lagi kesini, bersama sahabat gue.

Berkeliling keraton, gue ditemani sama Pak Suryo. Beliau yang menjadi guide dan menceritakan setiap seluk beluk keraton ini ke gue. Ada yang unik ketika gue berada di Jogja. Kalo selama ini penunjuk arah kita saat jalan adalah belok kiri dan kanan, kalau orang Jogja justru utara dan selatan. Karena lokasi keraton ini berada di tengah-tengah Jogja, dimana kalo ditarik garis lurus antara Gunung Merapi dan Lut Kidul, maka keraton menjadi pusat dari keduanya dan digunakan buat nentuin arah.

Apa aja yang bisa dilihat di Keraton? Banyak! Segala hal yang kamu pengen tau tentang tanah Jawa bisa dilihat di sini. Gimana enggak, di keraton banyak menyimpan berbagai kesenian, hasil budaya, ragam pakaian adat, lukisan, keris, foto-foto raja jawa, hingga silsilah raja yang ada di Jawa bisa kamu temukan di sini.




  • Istana Taman Sari
Masuk ke istana ini agak sedikit ribet. Mungkin karena gue salah lokasi turun Gocar kali ya. Masuk dari Pasar Ngasem, menyusuri jalanan perkampungan yang berbelok dan sempit, akhirnya sampailah gue di istana yang disebut juga istana air ini. Sekilas kalo melihat bangunannya, gue berasa gak sedang di Jogja. Menurut gue, arsitektur dari istana ini kayak di zaman Romawi kuno gitu.

Jogja lagi panas-panasnya ketika gue berkunjung ke istana ini. Tapi, itu semua ga ada apa-apa dibanding kecantikan yang ditawarkan oleh istana ini. Bangunan yang didominasi warna putih terlihat kontras dengan awan di langit Jogja yang biru.

Katanya, istana ini dulu digunakan oleh permaisuri dan putri raja mandi. Ada juga ruangan yang dipakai buat semedi para sultan dan bertemu Nyi Roro Kidul dan tempat sultan leyeh-leyeh. Lengkap bangetlah pokoknya.






  • Museum De Arca & De Mata
Dari yang berfoto ala-ala dunia terbalik, sampai gue bertemu dengan Bapak Ahok... dalam bentuk replikanya. Dengan HTM Rp50 ribu untuk De Arca dan Rp40 ribu untuk De Mata, di museum ini kita bisa foto-foto dengan berbagai gaya yang tentunya instagramable banget. Buat yang belum tau, Museum De Mata ini sekilas mirip dengan Museum Trick Eye yang ada di Singapura tapi dengan harga yang lebih ekonomis tentunya. Sedangkan kalau De Mata adalah museum yang bisa dibilang KW-nya Madame Tussaud. Gue lupa ada berapa banyak figur yang dipamerkan dalam museum ini. Kedua museum ini sebenarnya menarik sih, cuma kalo yang De Mata agak sedikit membosankan pas diakhir-akhir menurut gue.  





(bersambung yaa..)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenapa Cewek Suka Lama Kalo Dandan?

Kaum pria di luar sana sudah semestinya paham mengapa setiap mau pergi entah itu pacaran atau hang out, wanita suka lama kalo dandan. Ada sekelumit 'ritual' yang harus dilalui oleh kaum wanita demi mendapatkan penampilan yang epik di mata dunia (kamu). Dan percayalah, itu gak mudah :') Kecuali kamu perempuan tomboy yang gak pernah berurusan dengan lipen, baju, gaya hijab, hingga alis, mungkin gak bakal mengalami hal-hal di bawah ini. Spesifically , gue yang wanita yang sangat menjunjung tinggi 5K (Kebersihan, Kerapian, Keindahan, Ketertiban dan Keamanan (?) , gue butuh waktu dua kali lebih lama untuk berdandan dibanding wanita normal pada umumnya. Kenapa? Mari gue jabarkan satu persatu ya saudara-saudara. Mandi Ritual umum yang dilakukan pertama kali adalah mandi seperti biasa. Mong omong, mandi versi gue itu terdiri atas 2 bagian : keramas dan gak. Kalo gue mau ketemuan sama gebetan biasanya gue keramas dulu lengkap dengan kondisyenernya biar ala-ala. Tapi kalo ...

A new chapter

Hai!  Gue baru beres-beres blog gue yang sudah lama tidak terurus ini. Ganti layout, ganti tema, download sana download sini, sambil sesekali ngerecokin Mas Asep yang duduk sebelah gue lagi sibuk naikin berita. Maklum, gue sangat awam dengan dunia per-blog-an. Jadinya gue bawel nanya muluk. Hari ini gue lagi gabut banget karena deadline majalah udah kelar dan gak tau mau ngapain lagi. Daripada gue yutuban ga jelas, mending gue melakukan sesuatu yang bermanfaat mumpung lagi puasa juga (ga ada hubungannya juga sih..) New chapter, new beginning. Judul ini memiliki makna yang dalem (sumur keleus) dalem buat gue. Terlebih dua bulan terakhir ini hati gue diombang-abing dan dibolak-balik oleh Sang Maha Kuasa, karena DIA masih sayang sama gue. Meski kadang gue masih suka abai dengan perintah-NYA :"). Dua bulan terakhir ini gue berusaha keras menata kehidupan gue yang almost destroyed ini. #lebay Pertama, gue pindah rumah sekarang. Eh maksudnya, gue pindah numpang hidup s...

Hal-Hal yang (Mungkin) Cuma Dialami Oleh Cewek Berwajah Jutek

Dianggap galak, judes, sombong, bahkan bengis... #wesbiyasa Punya muka berparas jutek dari lahir memang serba gak enak. Dibilang sombong, gak ramah, bahkan bengis. Gak jarang, muka yang jutek atau galak juga sering dijadikan sumber permasalahan mengapa gue masih menjomblo sampai sekarang. Padahal mah gak ada hubungannya juga dan emang belom ada aja yang pas di hati gue. Gak nyari juga sih, karena bukan itu prioritas hidup gue saat ini. *Apa salah Hayatiiii... Sempat terbersit pengen nyalahin bokap nyokap gue kenapa 'menciptakan' gue cetakannya begini. Tapi urung gue lakukan takut di cap anak durhaka :|. Mending kalo dikutuk jadi Chelsea Islan atau jadian sama Chris Martin gitu. Tapi kalo dikutuk jadi batu kaya Malin Kundang gimana? Kalau udah begini yaudah la ya, disyukuri saja setiap inchi apa yang sudah diberikan oleh Gusti Allah. Gitu aja kok repot, kata alm Gus Dur.  Selain dianggap galak, bengis dan sombong, berikut hal-hal apalagi yang sering dialami oleh perempuan b...