Hidup adalah pilihan. Kalimat ini udah sering banget kita denger dalam hidup kita yang fana ini. Kita bisa memilih baju mana yang bakal kita kenakan saat ke kantor. Kita bisa memilih menggunakan kendaraan pribadi atau transportasi umum setiap harinya. Kita bisa memilih menu makan siang apa yang bakal kita makan. Kita juga bisa memilih bakal make lipstick mate atau liptint di hari ini. Tapi satu hal yang gak bisa dipilih, kepada siapa hati kita bakal jatuh.
Berbicara masalah hati, emang sangat sentimentil dan serba njelimet. Kita bisa saja memiliki berlembar-lembar daftar kriteria pasangan yang kita cari dalam hidup. Namun nyatanya, itu semua bakal diremuk dan masuk ke tong sampah ketika chemistry mengalahkan segalanya. Iya, chemistry. Seperti kata pria bermata coklat dan teduh yang tinggal di seberang sana.
Kembali lagi soal tentang pilihan, kali ini kita berbicara tentang pilihan pasangan hidup. Rasanya gue ndak pantas saja berbicara tentang topik ini, karena gue sendiri belum nemu dan punya pasangan hidup. Ini sebenarnya tulisan sok tau gue aja sih. hehehe.
Nah, gimana seandainya malah kita yang dijadikan pilihan? Dan ngenesnya, kita sebagai objek yang dipilih tidak memiliki opsi juga untuk memilih. Dimana letak keadilan, Gusti? :( Kita cuma bisa bisa berusaha, berdoa dan menunggu sampai si subjek mau memilih kita. Tapi masalahnya, apakah kita layak untuk dipilih?
Nobody knows.
Sebagai hamba yang (masih terus berusaha) untuk menjadi baik, rasanya gue sudah mengerahkan segala daya dan upaya gue supaya gue yang dipilih. Mulai dari berusaha, berdoa di sepertiga malam hampir setiap hari dan memasrahkan semua kepada-Nya. Segala syarat agar doa kita mustajab sudah gue lakukan. Segala upaya dari mulai berlari, jalan, duduk, bahkan hingga terjatuh pun gue lakukan. Dengan sabar. Tapi tetap, semesta gak mengizinkan gue untuk dipilih.
Sakit? Jangan ditanya? Lebamnya sampai ke tulang belikat. Lalu gue bisa apa? Dan lagi-lagi, sebagai hamba yang (masih terus berusaha) menjadi baik, gue berusaha menerima perlahan-lahan dengan lapang dada. Hikmahnya, gue menjadi hamba yang lebih sabar dan tau diri. Gue jadi mengerti ternyata dalam hidup itu ada beberapa doa yang terkadang harus berhenti kita panjatkan. Bukan karena kita ndak percaya kemurahan hati Tuhan Yang Maha Baik, tapi agar kita ndak merasa kecewa jauh lebih dalam.
Jadi intinya, ketika kita ndak dijadikan pilihan oleh seseorang, bukan berarti kita gak baik. Mungkin saja di luar sana kita adalah pilihan yang baik buat seseorang yang lain lagi. Bersabarlah, karena seperti kata Rinso, berani sabar itu baik :))
Selamat malam. Selamat mengakhiri long weekend!
foto (https://s-media-cache-ak0.pinimg.com/736x/6e/bf/1f/6ebf1f4c5affdecfa9e321e099a4ead6.jpg) |
Komentar
Posting Komentar