foto: Meutia Febrina |
Disclaimer: Tulisan ini murni pengalaman pribadi. Saya sama sekali tidak bermaksud men-generalisasikan kalo suporter sepak bola Indonesia kayak gini semua. Layaknya kehidupan, selalu ada yang baik dan yang buruk. Makanya ambil yang baiknya, perbaiki yang buruknya supaya menjadi baik. #hmmm...
Minggu (21/10) lalu pertama kalinya gue dan Mas Suami nonton pertandingan sepak bola di Gelora Bung Karno (GBK). Kita mau nonton laga Timnas Indonesia U-19 vs Qatar di Piala AFC. Sebenarnya gue sama sekali gak paham soal sepak bola. Cuma karena menyenangkan suami secara lahir dan bathin adalah kewajiban istri, makanya gue mau bela-belain nemenin dia. *wqwqwqwq
Awalnya, gue emang agak takut waktu diajakin nonton pertandingan bola. Masih kebayang diingatan gue, gimana beberapa waktu lalu anak laki-laki yang bernama Haringga Sirla harus meregang nyawa dikeroyok saat menonton tim kesayangannya berlaga di Bandung. Dia meronta, meminta ampun, memohon, tapi tidak ada yang mendengarnya, sampai akhirnya dia meninggal. Pilu sekali.
Makanya, gue awalnya ketar-ketir banget waktu diajakin nonton laga ini. Tapi, Mas Suami meyakinkan gue kalo situasi di sana bakal jauh lebih kondusif karena ini laga internasional. Pengamanannya pasti lebih ketat. Akhirnya, dengan mengucapkan bismillahirrahmanirahim, berangkatlah gue dan Mas Suami pukul 3 sore ke stadion yang berlokasi di Senayan.
Pertandingan Indonesia vs Qatar dimulai pukul 19.00 WIB. Gue dan Mas Suami memilih parkir di FX karena parkiran sepeda motor di GBK bakal penuh banget. Setelah sejam-an muter-muter di FX untuk mengulur waktu, gue dan Mas Suami pun berjalan kaki menuju GBK. Di sana udah tumpah ruah para suporter Indonesia dengan menggunakan jersey Timnas Indonesia dan atribut lainnya.
Pukul 5an, gerbang dibuka. Para suporterpun mulai antri memasuki stadion. Satu hal yang gue apresiasi semenjak GBK direnovasi, penonton jadi lebih tertib sih. Meski suporternya mencapai puluhan ribu, tapi tetep rapi. Gak desek-desekan.
Pukul 6 kurang adzan magrib mulai berkumandang. Gue dan Mas Suami memutuskan untuk solat magrib dulu secara bergantian. Setelah Mas Suami selesai solat, giliran gue solat. Saat berjalan menuju toilet, banyak banget suporter laki-laki yang juga tengah solat magrib berjamaah.
Ini salah satunya (Foto: Meutia Febrina) |
Satu hal yang unik yang gue perhatin, sajadah yang mereka gunakan pada beragam. Mulai dari bendera Indonesia, sampai ada yang menggunakan syal timnas Indonesia buat jadi sajadahnya. Saking cintanya mereka pada Indonesia dan timnasnya. Gak ketinggalan, usai solat gue perhatiin mereka gak lupa juga berdoa (mungkin) demi kemenangan Indonesia. Adem liatnya.
foto: Meutia Febrina |
Setelah melihat itu, gak sengaja ingatan gue melayang pada kejadian 23 September lalu. Di luar sana, ada sekelompok supporter yang secara brutal menghabisi nyawa seorang supporter tim lainnya. Gue gak percaya aja, ada manusia yang tega menghabisi nyawa manusia lainnya karena fanatisme. Apa yang gue liat di dalam sini dengan yang terjadi di luar sana sangat kontras sekali.
Setelah selesai solat magrib, gue kembali ke bangku gue. Di timur gue, di kategori yang berbeda, ada ratusan supporter yang berteriak yel-yel Indonesia dan membawa alat musik. Mereka menyanyikan lagu-lagu tentang kebangsaan kayak lagu Tanah Air, Garuda di Dadaku, dan lainnya yang gue gak tau :/.
Saat lagu "Indonesia Raya" berkumandangpun juga mereka lebih duluan berdiri daripada gue. Mereka bahkan bernyanyi sambil meletakkan tangannya di dada sementara gue cuma berdiri dan nyanyi aja. Keliatankan di sini siapa yang lebih nasionalis?
Saat pertandingan pun demikian. Mereka kesal saat awal-awal Timnas Indonesia dibantai oleh Qatar. Mereka bergembira dan bersorak sangat keras saat Timnas Indonesia satu per satu mulai menyamakan kedudukan. Mereka bahkan mengacungkan jari tengah saat Qatar melakukan selebrasi gol. Segitu cintanya mereka kepada negaranya, kepada Timnas.
Tapi lagi-lagi, semua yang gue liat di dalam ini kenapa kontras sekali dengan yang terjadi di luaran sana. Di sini mereka nasionalis dan agamis, tapi kenapa pas di luar sana malah jadi sadis?
Komentar
Posting Komentar