angkat plastikmu kawan!! |
Dear para coffe snob, kapan dan gimana sih waktu dan tempat terbaik buat meminum kopi versi kamu? Saat senja hari, bersama gebetan, di kedai kopi yang instagram-able, pencahayaan yang esksotis, ada wifi, dan ada pendingin ruangan? Terus juga gelas kopi yang mahal, sofa yang empuk, dan pajangan quote-quote yang inspiratif?
Gak ada yang salah dengan hal itu. Sama sekali gak. Semua orang berhak menentukan standar kebahagiaan versi mereka sendiri. Tapi, berkunjung ke kedai es kopi Tak Kie akhir pekan lalu menggeser sedikit pandangan gue tentang sebuah "standar kebahagiaan".
Mungkin sebagian dari kalian udah pernah mengunjungi kedai kopi yang berlokasi di Gang Gloria, Glodok ini. Gang? Iya. Kedai es kopi ini lokasinya berada di dalam gang sempit yang kanan kirinya riuh dipenuhi para penjual makanan. Gak seperti kedai kopi pada umumnya, kedai kopi Tak Kie ini justru amat sangat............Awesome. Kenapa?
Pertama, dari segi lokasi. Seperti yang gue udah gue ceritain di atas, lokasi kedai kopi yang usianya lebih tua dari oma gue ini berada di dalam gang sempit. Udahlah sempit, kanan kirinya banyak berjejer penjual makanan. Jangan bayangin kamu bisa parkir mobil kalau mau kesini. Karena kemarin gue naik busway, jadi maaf aja gue gak bisa ngasi info harus parkir dimana kalo bawa mobil.
Kedua, kalo mau datang ke sana keep your expectation low. Kenapa? Waktu gue kesana, dalam ekspektasi gue kopinya masih ada jadi gak perlu ngantri. Tapi kenyataannya, waktu gue datang kesana sekitar jam setengah 12 ternyata kopinya abis dong. Untungnya kata si penjualnya tunggu aja sekitar setengah jam lagi. Gue pun balik badan dan mengulur waktu sambil jajan-jajan lucu di sekitaran Glodok.
Ketiga, tempatnya adalah sebuah rumah tua yang tentunya juga dipenuhi interior jadul. No AC, no sofa yang empuk, WIFI, atau pajangan-pajangan yang berisi quote inspiratif. Nampaknya si yang empunya memang mau mempertahankan keaslian rumah ini.
Keempat, cuma ada dua menu di kedai kopi ini. Yaitu kopi hitam atau kopi susu, dengan es atau tanpa es. Harganya? Gak tau karena gue dipesenin sama mas suami. Jadi buat kuat kamu yang so called "coffe snob" yang paham dunia per kopian dunia bil akhiroh, jangan harap bisa minta ramuan kopi macem-macem di sini.
Terakhir, karena kemarin gue take away, jangan bayangin gelas kopinya yang kayak gelas kopi sekarang pada umumnya. Tau plastik gula yang setengah kilo? Yup. Kopinya dibungkus di sana plus dikasi sedotan. Kalo kata anak IG, ini sama sekali gak instagramable untuk difoto.
Terlepas dari itu semua, berkunjung ke kedai kopi ini membuka mata gue (lagi) tentang another way to appreciate happiness. Merayakan kebahagiaan itu gak melulu dengan minum kopi dalam caffe yang sejuk, cozy dan chill. Yang instagram-abal, yang kalo difoto dikasi kepsyen kadang gak nyambung antara foto dan kepsyennya.
Bahagia juga bisa dirayakan dengan menikmati kopi sambil gerah-gerahan di tengah pasar dan duduk di atas kursi kayu yang reot. Gak perlu pakaian yang fancy atau sneaker dengan harga yang membuatqu ingin menjual ginjal untuk masuk ke sini. Cukup baju kaos, celana pendek dan sandal jepitpun kamu masuk sini gak bakal ada yang peduli.
Hp ditaro di meja, tangan kanan memegang plastik berisi es kopi, plus obrolan ngalor ngidul dan tawa bersama keluarga terkasih. Berkunjung ke sini seolah gue lupa kalo sekarang tahun 2019..
Ps: gue gak bakal ngulas tentang rasa. Pada dasarnya semua kopi itu sama. Yang membedakannya adalah keinginanmu saja.
fotonya gak instagram-abal! |
Komentar
Posting Komentar