Dia masih setia mengenakan kemeja hijaunya. Dengan lengan yang digulung sampai siku, jam tangan di sebelah kiri, dan beberapa gelang aneh yang ntah dari negara mana lagi dipakainya. Ya, dia masih pria yang sama yang kukenal 4 tahun lalu.
"Ku pikir waktu bakal mengubah kamu, ternyata tidak. Kamu masih sama", kataku kepadanya siang itu.
Di tengah kesibukanku, aku mencuri waktu bertemu. Seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya, dia datang dengan tiba-tiba, lalu pergi. Seperti dulu, dia memaksaku untuk memberi sedikit ruang lagi di hatiku untuknya meski sudah diisi lelaki lain. Tapi setelah ruang itu ada, kemudian dia tiba-tiba pergi. Bangsat memang.
"Jadi kenapa kamu nyari aku lagi? Di sana jokes recehmu gak laku ya?," tanyaku lagi.
"Kanada dingin. Aku rindu kamu. Kamu satu-satunya makhluk di dunia ini yang benci sekali dengan udara dingin," jawabnya.
"Rindu? Haha. Rindu hanya untuk orang yang lemah. Kamu tau aku," jawabku.
Dia bercerita banyak siang itu. Tentang burung bangau yang cantik di Royal Park London, tentang desain stasiun kereta bawah tanah yang megah di kota Moskow, sampai tentang salju yang membuatnya hampir mati di St. Petersburg.
Katanya, tidak semua bangunan-bangunan di luar negeri itu keren. Dia bilang, dia paling benci dengan Amsterdam. Baginya kota terbesar kedua di Belanda itu hanyalah diisi dengan bau pesing dimana-mana dan orang-orang yang mabuk ganja.
"Kalau kamu di sana, kamu pasti merengek di bahuku minta pulang," katanya.
"Jadi, bagaimana dengan hidupmu,?" kemudian dia bertanya dia kepadaku.
"Aku? Aku baik-baik saja. Aku baik-baik saja, baru-baru ini. Setelah aku menghabiskan ribuan jam waktuku untuk melupakanmu. Meninggalkan dia yang jelas-jelas mencintaiku demi mencarimu. Menyia-nyiakan hidupku yang sebenarnya sudah nyaris sempurna untuk mengharapkanmu. Lalu kamu dengan tanpa permisi tiba-tiba datang lagi. Sudah cukup bercandamu?," tutupku.
https://pixabay.com/en/clock-alarm-clock-watch-time-old-1274699/ |
Komentar
Posting Komentar