5 Agustus 2009 lion air keberangkatan pukul 17.45 WIB PDG-CGK
Tepat 7 tahun yang lalu gue melangkahkan kaki dari bumi minangkabau ke Jakarta. Papa, mama, caca, kakak, dan Aa semuanya ikut mengantar kepergian gue sore itu. Gue berangkat ke Jakarta untuk melanjutkan studi gue di sana. Ditemani langit senja, perjalanan kurang lebih 1,5 jam itu pun terasa sangat mengharukan buat gue karena ini pertama kalinya gue harus berpisah dengan keluarga dan hidup sendiri.
Tangerang, Bandara Soekarno-Hatta 20.00 WIB
Maskapai berlogo singa merah ini mendarat dengan mulus di Jakarta. Di ruang tunggu, sudah menjemput tante gue yang sejak gue di Padang tadi sudah dibawelin sama nyokap gue supaya ngga telat menjemput anak gadisnya ini. Dengan menumpang taksi biru, gue pun melanjutkan perjalanan ke rumah adik nyokap gue di Bintaro, Jakarta Selatan.
Salah satu ciri khas dari orang Padang adalah senang merantau. Di Jakarta, dari 10 nyokap gue bersaudara, 6 diantaranya tinggal di Jakarta. Thats why gue diperbolehkan untuk menimba ilmu di kota ini, dengan syarat tidak boleh ngekos oleh nyokap gue.
Dan hari ini karena satu dan lain hal yang terjadi dalam hidup gue, orang yang selama ini paling menentang gue untuk ngekos di Jakarta justru kini paling kekeuh minta gue supaya ngekos. Jadilah seminggu ini gue sering berselancar di dunia maya (dan sejenak insomnia pada deadline) untuk mencari kosan yang paling layak dan paling ramah di kantong gue.
Lokasi tempat gue bekerja sehari-hari adalah di kawasan Gatot Soebroto Jakarta Selatan. Jadi, ada beberapa alternatif lokasi yang gue incar untuk kos-kosan yaitu di Tebet, Pancoran, Kalibata, Tegal Parang, dan Warung Buncit. Kesemua lokasi tersebut masih lumayan terjangkau untuk gue tempuh dengan mengendarai sepeda motor kurang lebih 20 menit. Kos-kosan yang pertama gue tinjau adalah di Tegal Parang. Karena berdekatan dengan Trans TV, hampir semua penghuni indekos ini adalah gardanya Chairul Tanjung. Tarif indekos ini adalah Rp500 ribu per bulannya, termasuk listrik dan air, kamar mandi di luar, dengan fasilitas kasur dan lemari. Berbekal GPS, gue pun alhamdulillah ga nyasar-nyasar amat mencari kos-kosan ini.
Kesan pertama gue melihat kos-kosan ini, "Yaudahlah mut, cuma 500 ribu, jangan terlalu high expectationlah.."
Tepat 7 tahun yang lalu gue melangkahkan kaki dari bumi minangkabau ke Jakarta. Papa, mama, caca, kakak, dan Aa semuanya ikut mengantar kepergian gue sore itu. Gue berangkat ke Jakarta untuk melanjutkan studi gue di sana. Ditemani langit senja, perjalanan kurang lebih 1,5 jam itu pun terasa sangat mengharukan buat gue karena ini pertama kalinya gue harus berpisah dengan keluarga dan hidup sendiri.
Tangerang, Bandara Soekarno-Hatta 20.00 WIB
Maskapai berlogo singa merah ini mendarat dengan mulus di Jakarta. Di ruang tunggu, sudah menjemput tante gue yang sejak gue di Padang tadi sudah dibawelin sama nyokap gue supaya ngga telat menjemput anak gadisnya ini. Dengan menumpang taksi biru, gue pun melanjutkan perjalanan ke rumah adik nyokap gue di Bintaro, Jakarta Selatan.
Salah satu ciri khas dari orang Padang adalah senang merantau. Di Jakarta, dari 10 nyokap gue bersaudara, 6 diantaranya tinggal di Jakarta. Thats why gue diperbolehkan untuk menimba ilmu di kota ini, dengan syarat tidak boleh ngekos oleh nyokap gue.
Dan hari ini karena satu dan lain hal yang terjadi dalam hidup gue, orang yang selama ini paling menentang gue untuk ngekos di Jakarta justru kini paling kekeuh minta gue supaya ngekos. Jadilah seminggu ini gue sering berselancar di dunia maya (dan sejenak insomnia pada deadline) untuk mencari kosan yang paling layak dan paling ramah di kantong gue.
Lokasi tempat gue bekerja sehari-hari adalah di kawasan Gatot Soebroto Jakarta Selatan. Jadi, ada beberapa alternatif lokasi yang gue incar untuk kos-kosan yaitu di Tebet, Pancoran, Kalibata, Tegal Parang, dan Warung Buncit. Kesemua lokasi tersebut masih lumayan terjangkau untuk gue tempuh dengan mengendarai sepeda motor kurang lebih 20 menit. Kos-kosan yang pertama gue tinjau adalah di Tegal Parang. Karena berdekatan dengan Trans TV, hampir semua penghuni indekos ini adalah gardanya Chairul Tanjung. Tarif indekos ini adalah Rp500 ribu per bulannya, termasuk listrik dan air, kamar mandi di luar, dengan fasilitas kasur dan lemari. Berbekal GPS, gue pun alhamdulillah ga nyasar-nyasar amat mencari kos-kosan ini.
Kesan pertama gue melihat kos-kosan ini, "Yaudahlah mut, cuma 500 ribu, jangan terlalu high expectationlah.."
Dan apa yang gue pikirkan pun benar terjadi. Untuk menuju indekos ini, gue harus melewati gang sempit yang hanya bisa dilalui oleh sepeda motor. Perumahan padat penduduk khas Jakarta, anak-anak kecil berseliweran, ibu-ibu nongkrong di warung menjadi pemandangan sehari-hari di sini.
Setiba di kos-kosan tersebut, gue disambut si bapak kos. Gue pun langsung dibawa ke kamar kosan yang masih tersedia. Dan... jenjenggg.. Kamarnya kecil be-ge-te, hanya muat kasur dan lemari dan berlantai kayu. Sebenarnya, terlepas dari sempitnya kamar kosan ini gue suka dengan lingkungan indekos ini.Si Bapak kosan senang tanaman rupanya. Beberapa tanaman yang nggak gue begitu tahu namanya tumbuh subur di halaman rumahnya. Si Ibu kosnya juga baik dan ramah. Semua anak-anak yang ngekos di rumahnya dianggap seperti anaknya sendiri katanya. Tapi ya itu tadi, gue nggak sreg dengan kosannya yang kekecilan buat gue yang lebar ini. Puas?? :"""") Akhirnya, setelah selesai meninjau, gue pun pulang dengan hasil nihil.
Nggak mau pencarian gue hari ini sia-sia, mumpung baru ba'da magrib, gue pun melanjutkan pencarian gue di Tegal Parang dan sekitarnya. Gue pun menyusuri belasan gang untuk mencari kosan yang kali aja sesuai dengan kantong gue. Hasilnya? Ada yang penuh, ada yang pemilik kosannya sedang tidak di tempat, dan ada juga yang bertarif nggak sesuai dengan kantong gue alias mahal. Lagi, gue harus pulang dengan hasil yang nihil dan gue pun nge-gas motor gue pulang ke rumah menuju Bekasi..
Gue pun melanjutkan pencarian keesokan harinya. Berbekal Mbah Gugel, gue menemukan kembali satu lagi indekos yang harganya reasonable buat gue. Adapun lokasi incaran gue kali ini adalah di Warung Buncit. Gue pun membuat janji dengan si Ibu kosan.
Masih dengan mengendarai skutermetik mio kesayangan gue, perjalanan dari Bekasi-Warung Buncit terasa sangat melelahkan karena gue nyasar (lagi). Hahaha... Gue emang paling nggak bisa baca GPS. Gue lebih suka menggunakan GPS (Gunakan Penduduk Sekitar) alias nanya ajah. Setelah nyasar muter balik berkali-kali akhirnya sampai juga di Warung buncit. Haus? Banget. Gue memutuskan untuk berhenti sejenak di Indomaret. Setelah melepaskan dahaga, gue pun menanyakan lokasi Masjid al mutajmiin pada tukang parkir Indomaret yang ada di sebelah gue. masjid tersebut menjadi lokasi meeting point gue dan si ibu kosan.
Sesampainya di rumah si ibu tersebut, gue pun menyurvei kamar tersebut. Over all, untuk harga Rp600 ribu kosan ini lumayan. Ngga sesempit yang di Tegal parang. Dengan harga segitu, gue udah bisa dapet kamar mandi dalam, lemari, meja rias dan kasur busa. Setelah memastikan kondisi kamar yang bakal gue tempati, proses ijab qabul pembayaran kosan pun dilakukan. Gue memberi uang panjar ke ibu kosan sebagai tanda gue setuju untuk ngekos di sana.
Secara keseluruhan, mencari kos-kosan di Jakarta itu gampang-gampang susah. Buat kalian yang lagi mencari kosan, gue ada sedikit tips yang bisa kalian simak.
Pertama, googling adalah cara tercepat untuk mencari info kos-kosan. Jaman sekarang udah banyak bertebaran situs pencari kos-kosan yang bisa kamu akses dengan gratis. Tinggal masukin lokasi di kolom 'search' dan segambreng info kosan bakal muncul.
Kedua, jika kamu memiliki kendaraan, jangan ragu kalo lokasi kosan inceran kamu itu lumayan jauh dari lokasi kantor kamu dengan catatan sewa kosan tersebut sesuai dengan budget kamu. Buat gue sih, waktu tempuh maksimal yang wajar antara kantor dan kosan itu adalah 30 menit. Kalo lebih dari itu mendingan kamu cari lokasi kosan lain yang lebih deket lokasinya.
Ketiga, minta referensi temen sekantor yang juga ngekos. Ini sangat membantu, bahkan kalo kamu beruntung kamu bisa satu kosan dengan temanmu itu sehingga kamu ngga perlu kesepian di kamar.
Terakhir, setelah menemukan kosan yang kamu incar, pada saat menyurvei jangan sungkan mengkomplain kondisi kamar jika ada yang rusak. Tapi inget ya guys, sewajarnya aja. Misalnya gue waktu itu minta dipasangin kawat nyamuk di ventilasi kamar gue.
Sekian tips drama mencari kos-kosan ala gue. Semoga bermanfaat buat kalian para rantau-ers kaya gue.
di temani senja |
Komentar
Posting Komentar